Sabtu, 09 November 2019

(4) QS An-Nisa'


QS An-Nisa’, 4: 19
Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab Al Qurazdy, dia berkata, “Dulu menurut kebiasaan orang Arab, seseorang yang meninggal kemudian meninggalkan seorang istri, anaknya lebih berhak uuntuk menikahinya. Namun, jika tidak mau, dia juga berhak menikahkannya kepada orang yang dia kehendaki. Seperti ketika Abu Qais bin Al Aslat meninggal, anak laki-lakinya mewarisi pernikahan istrinya, tetapi tidak mewarisi hartanya sedikitpun. Lalu, turunlah ayat ini.”
Diriwayatkan pula dari Az Zuhri, dia berkata, “Ayat ini turun berkaitan dengan sekelompok orang dari kaum ansar yang meninggal, yang lebih berhak memiliki istrinya adalah walinya. Dia berhak menahannya sampai akhir hidupnya.” (Lubabun Nuqul: 55)

QS An-Nisa’, 4: 23
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Juraij, dia berkata, “Aku berkata kepada Atha’ bahwa ayat 23 ini turun berkenaan dengan Muhammad saw. Ketika beliau menikahi istri Zaid bin Haritsah. Orang-orang musyrik memperbincangkan hal itu. Lalu, turunlah ayat ini dan surah Al-Ahzab ayat 4” (Lubabun Nuqul: 55)

QS An-Nisa’, 4: 24
Diceritakan Imam At Thabari dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Pada hari terjadinya perang Hunain, ketika Allah membuka penaklukan Hunain, kaum muslimin mendapati perempuan-perempuan Ahli Kitab yang masih bersuami. Ketika seseorang dari kaum muslimin berkehendak kepada mereka, perempuan-perempuan itu berkata, ‘Sesungguh nya, aku mempunyai suami, tanyakanlah bagaimana hukumnya kepada Rasulullah?’ Kemudian, Allah menurunkan ayat ini.”
Dalam riwayat lain, Ibnu Jarir menceritakan dari Ma’mar bin Sulaimanm dari ayahnya, dia berkata, “Seorang Arab Badui menyangka bahwa orang-orang mewajibkan mahar kemudian mengecualikan salah seorang diantara mereka yang tengah dilanda kesulitan. Lalu, turunlah ayat ini.” (Lubabun Nuqul: 55 – 56)

QS An-Nisa’, 4: 32
Diriwayatkan Hakim dari Ummu Salamah bahwasanya kaum laki-laki turut berperang, sedangkan kaum perempuan tidak. Oleh karena itu, menurutnya, hendaklah perempuan mendapat setengah dari harta warisan sebab orang yang berperang akan mendapat bagian yang lebih besar dari ganiman (harta rampasan). Maka dari itu, turunlah ayat ini yang menjelaskan agar masing-masing ridha terhadap bagiannya. Selain itu, turun pula QS Al-Ahzab, 33 : 35
Dalam riwayat lain, Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Pernah seorang perempuan mendatangai Rasulullah saw. dan berkata, ‘Wahai Nabi Allah, untuk bagian seorang laki-laki mendapatkan dua bagian seorang perempuan dan kesaksian seorang laki-laki juga sama dengan kesaksian dua orang perempuan, apakah kami dalam beramal juga dianggap demikan? Artinya, satu kebaikan yang kami lakukan akan mendapat setengah dari pahala kebaikan itu?” Lalu, Allah menurunkan ayat ini. (Lubabun Nuqul: 56)
QS An-Nisa’, 4: 37
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sain bin Jubair bahwasanya para rahib dari golongan Yahudi kikir terhadap ilmu (diantaranya adalah menyembunyikan sifat-sifat kerasulan Muhammad yang tertera dalam Taurat dan Injil). Maka dari itu, Allah memperingatkan mereka dengan turunnya ayat ini. (Lubabun Nuqul: 57)

QS An-Nisa’, 4: 43
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa’i, dan Al Hakim dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata, “Abdurrahman bin Auf membuatkan untuk kami makanan dan menyediakan khamar lalu kami menyantap makanan dan khamar itu. Lalu, kami melaksanakan shalat. Aku menjadi imam dan membaca ‘Qul ya ayyuhal kafirun la a’budu ma ta’budun.’ Lalu, dilanjutkan, ‘Wa nahnu na’budu ma ta’budun.’ Lalu, turunlah ayat 43 ini sebagai peringatan.”
Al Faryabi, Ibnu Abi Hatim, dan Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib bahwa kelanjutan ayat ini berkenaan ketika dalam perjalanan lalu dia junub, dibolehkan tayamum ntuk mendirikan shalat. (Lubabun Nuqul: 57)

QS An-Nisa’, 4: 54
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, dari Al Aufi, dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Golongan Ahli Kitab berkata bahwa Muhammad menganggap dirinya tawadu. Dia diberi kenabian dan kitab. Dia memiliki sembilan istri. Sesungguhnya dia tidak lain hanya mementingkan pernikahan sahaja maka siapakah dan raja manakah yang dianggap baik jika berkelakuan seperti dirinya?” Lalu, Allah menurunkan ayat ini sebagai hinaan dari sifat iri orang-orang Yahudi dan Nasrani. (Lubabun Nuqul: 60)

QS An-Nisa’, 4: 65
Diriwayatkan oleh Iman yang enam, dari Abdullah bin Zubair bahwasanya Zubair bin Awwam pernah terlibat perdebatan dengan salah seorang sahabat dari ansar yang turut dalam Perang Badar. Mereka mempermasalahkan masalah air. Kemudian, Rasulullah mendengar hal itu dan beliau menganjurkan agar air itu dialirkan untuk dirinya, untuk sahabat itu, dan orang lain. Mendengar hal itu, sahabat dari ansar tidak terima dan berkata, “Apakah keputusan ini karena dia adalah kepokanmu, wahai Rasulullah?” Air muka beliau berubah hingga beliau mengubah keputusannya agar Zubair mengalirkan air itu kembali ke saluran. Akhirnya, keduanya pun menerima keputusan beliau. Maka dari itu, turunlah ayat ini. (Lubabun Nuqul: 61)






QS An-Nisa’, 4: 66
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari As Saddi bahwa ketika ayat ini turun, Tsabit bin Qais bin Syamas dan seorang Yahudi saling menyombongkan diri. Orang Yahudi berkata, “Demi Allah, sekiranya Allah menetapkan kepada kami untuk membunuh diri kami. Kami akan melakukannya.” Tsabit pun berkata hal yang sama, “Demi Allah, jika Allah menetapkan kepada kami untuk saling membunuh diri kami, kami akan melakukannya.” Lalu, turunlah ayat ini. (Lubabun Nuqul: 62 – 63)

QS An-Nisa’, 4: 77
Diriwayatkan oleh An Nasa’i dan Al Hakim dari Ibnu Abbas bahwa Abdurrahman bin Auf dan teman-temannya datang menghadap Rasulullah seraya berkata, “Wahai Rasulullah, ketika kami di Mekah dan masih dalam keadaan musyrik, kami merasa lebih mulia dan pemberani. Akan tetapi, setelah kami beriman, kami menjadi hina.” Rasulullah menjawab, “Dulu ketika di Mekah, aku diperintah untuk bertoleransi dan dilarang oleh Allah untuk memerangi kaum musyrik. Akan tetapi, setelah hijrah ke Madinah, setiap kaum muslimin diperintahkan untuk berperang.” Lalu, turunlah ayat ini. (Lubabun Nuqul: 63)

QS An-Nisa’, 4: 83
Imam Muslim meriwayatkan dari Umar bin Al Khathab, dia berkata, “Ketika Rasulullah saw. berpisah ranjang dengan istri-istrinya, aku masuk ke masjid dan mendapatkan orang-orang yang melempar-lemparkan pasir seraya berkata, “Rasulullah saw. sudah menceraikan semua istri-istrinya.’ Kemudian, aku berdiri di depan pintu masjid dan berteriak sekeras-kerasnya, ‘Rasulullah tidak menceraikan istri-istrinya!’ Kemudian, turunlah ayat ini.” (Lubabun Nuqul: 63 – 64)

QS An-Nisa’, 4: 95
Diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Bara’ , dia berkata bahwasanya ketika dirinya berada di sisi Rasulullah saw., pada saat itu turun ayat, “Tidaklah sama antara orang yang beriman yang duduk (yang tidak turut berperang) dengan orang yang berjihad di jalan Allah.” Rasulullah bersabda, “Panggillah si Fulan.” Lalu, datanglah si Fulan menghadap dengan membawa kertas dan tinta lalu Rasulullah memerintahkannya untuk menulis ayat itu. Dibelakang beliau, seorang yang buta, Ibnu Ummi Maktum. Dia berkata, “Bagaimana dengan diriku yang buta, tidak dapat melihat?” Lalu, turunlah kelanjutan ayat tersebut, “Ghairu ulidh dharari (selain yang mempunyai uzur),” hingga akhir ayat ke 96. (Lubabun Nuqul: 67)

QS An-Nisa’, 4: 102
Diriwayatkan oleh Ahmad, Al Hakim dan Al Baihaqi dari Ibnu Iyasy Az Zarqi, dia berkata bahwasanya suatu saat di sebuah peperangan di Asfan, kaum muslimin sedang mendirikan shalat Zuhur bersama Rasulullah. Saat itu, pasukan musyrik yang dipimpin Khalin bin Walid hendak menggunakan kesempatan itu untuk menyerang Rasulullah dan pasukannya yang berada di hadapan mereka. Sedangkan mereka ada yang berpendapat bahwa waktu yang terbaik untuk menyerang kaum muslimin adalah ketika mereka melaksanakan shalat ashar yang sebentar lagi akan tiba karena mereka berpendapat bahwa kaum muslimin mencintai shalat ashar melebihi cinta mereka terhadap nenek moyangnya. Dalam hal ini, tidak lama kemudian Jibril turun memberitahukan dan mengajarkan pelaksanaan ayat ini yang intinya cara mendirikan shalat ketika dalam penyerangan. Imam At Tirmidzi meriwayatkan hal yang sama melalui jalan Abu Hurairah, begitu juga dengan Ibnu Jarir dari Jabir bin Abdullah dan Ibnu Abbas. (Lubabun Nuqul: 70)

QS An-Nisa’, 4: 153
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab Al Qurazhi bahwasanya ada segelongan kaum Yahudi datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Sesungguhnya, Musa membawa alwah (lembaran-lembaran) dari Allah maka datangkanlah alwah (lembaran-lembaran) kepada kami hingga kami beriman kepadamu.” Lalu, turunlah ayat ini. (Lubabun Nuqul: 74)

QS An-Nisa’, 4: 176
Diriwayatkan oleh An Nasa’i dari Ibnu Zubair, dari Jabir, dia berkata, “Aku menderita sakit lalu Rasulullah saw. menjengukku. Aku berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, aku telah berwasiat sepertiga dari hartaku kepada saudara-saudara perempuanku.’ Beliau menjawab, ‘Itu sangat baik.’ Lalu, beliau pulang. Beliau kembali bersabda, ‘Aku yakin bahwa engkau tidak akan mati oleh sebab sakitmu ini, Allah telah mewahyukan kapadaku tentang cara pembagian harta warisan bagi saudara-saudara perempuan, yaitu dua pertiga.’” Menurut Jabir, ayat ini turun berkenaan dengan dirinya. (Lubabun Nuqul: 74)

Sembarang