QS
An-Nisa’, 4: 19
Ibnu
Sa’ad meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab Al Qurazdy, dia berkata, “Dulu
menurut kebiasaan orang Arab, seseorang yang meninggal kemudian meninggalkan
seorang istri, anaknya lebih berhak uuntuk menikahinya. Namun, jika tidak mau,
dia juga berhak menikahkannya kepada orang yang dia kehendaki. Seperti ketika
Abu Qais bin Al Aslat meninggal, anak laki-lakinya mewarisi pernikahan
istrinya, tetapi tidak mewarisi hartanya sedikitpun. Lalu, turunlah ayat ini.”
Diriwayatkan
pula dari Az Zuhri, dia berkata, “Ayat ini turun berkaitan dengan sekelompok
orang dari kaum ansar yang meninggal, yang lebih berhak memiliki istrinya
adalah walinya. Dia berhak menahannya sampai akhir hidupnya.” (Lubabun Nuqul: 55)
QS
An-Nisa’, 4: 23
Diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Juraij, dia berkata, “Aku berkata kepada Atha’ bahwa
ayat 23 ini turun berkenaan dengan Muhammad saw. Ketika beliau menikahi istri
Zaid bin Haritsah. Orang-orang musyrik memperbincangkan hal itu. Lalu, turunlah
ayat ini dan surah Al-Ahzab ayat 4” (Lubabun
Nuqul: 55)
QS
An-Nisa’, 4: 24
Diceritakan
Imam At Thabari dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Pada hari terjadinya perang
Hunain, ketika Allah membuka penaklukan Hunain, kaum muslimin mendapati
perempuan-perempuan Ahli Kitab yang masih bersuami. Ketika seseorang dari kaum
muslimin berkehendak kepada mereka, perempuan-perempuan itu berkata, ‘Sesungguh
nya, aku mempunyai suami, tanyakanlah bagaimana hukumnya kepada Rasulullah?’
Kemudian, Allah menurunkan ayat ini.”
Dalam
riwayat lain, Ibnu Jarir menceritakan dari Ma’mar bin Sulaimanm dari ayahnya,
dia berkata, “Seorang Arab Badui menyangka bahwa orang-orang mewajibkan mahar
kemudian mengecualikan salah seorang diantara mereka yang tengah dilanda
kesulitan. Lalu, turunlah ayat ini.” (Lubabun
Nuqul: 55 – 56)
QS
An-Nisa’, 4: 32
Diriwayatkan
Hakim dari Ummu Salamah bahwasanya kaum laki-laki turut berperang, sedangkan
kaum perempuan tidak. Oleh karena itu, menurutnya, hendaklah perempuan mendapat
setengah dari harta warisan sebab orang yang berperang akan mendapat bagian
yang lebih besar dari ganiman (harta rampasan). Maka dari itu, turunlah ayat
ini yang menjelaskan agar masing-masing ridha terhadap bagiannya. Selain itu,
turun pula QS Al-Ahzab, 33 : 35
Dalam
riwayat lain, Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Pernah seorang perempuan mendatangai
Rasulullah saw. dan berkata, ‘Wahai Nabi Allah, untuk bagian seorang laki-laki
mendapatkan dua bagian seorang perempuan dan kesaksian seorang laki-laki juga
sama dengan kesaksian dua orang perempuan, apakah kami dalam beramal juga
dianggap demikan? Artinya, satu kebaikan yang kami lakukan akan mendapat
setengah dari pahala kebaikan itu?” Lalu, Allah menurunkan ayat ini. (Lubabun Nuqul: 56)
QS
An-Nisa’, 4: 37
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Hatim dari Sain bin Jubair bahwasanya para rahib dari golongan
Yahudi kikir terhadap ilmu (diantaranya adalah menyembunyikan sifat-sifat
kerasulan Muhammad yang tertera dalam Taurat dan Injil). Maka dari itu, Allah
memperingatkan mereka dengan turunnya ayat ini. (Lubabun Nuqul: 57)
QS
An-Nisa’, 4: 43
Diriwayatkan
oleh Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa’i, dan Al Hakim dari Ali bin Abi Thalib,
dia berkata, “Abdurrahman bin Auf membuatkan untuk kami makanan dan menyediakan
khamar lalu kami menyantap makanan dan khamar itu. Lalu, kami melaksanakan shalat.
Aku menjadi imam dan membaca ‘Qul ya ayyuhal kafirun la a’budu ma ta’budun.’
Lalu, dilanjutkan, ‘Wa nahnu na’budu ma ta’budun.’ Lalu, turunlah ayat 43 ini
sebagai peringatan.”
Al
Faryabi, Ibnu Abi Hatim, dan Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib
bahwa kelanjutan ayat ini berkenaan ketika dalam perjalanan lalu dia junub,
dibolehkan tayamum ntuk mendirikan shalat. (Lubabun
Nuqul: 57)
QS
An-Nisa’, 4: 54
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Hatim, dari Al Aufi, dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Golongan Ahli
Kitab berkata bahwa Muhammad menganggap dirinya tawadu. Dia diberi kenabian dan
kitab. Dia memiliki sembilan istri. Sesungguhnya dia tidak lain hanya
mementingkan pernikahan sahaja maka siapakah dan raja manakah yang dianggap
baik jika berkelakuan seperti dirinya?” Lalu, Allah menurunkan ayat ini sebagai
hinaan dari sifat iri orang-orang Yahudi dan Nasrani. (Lubabun Nuqul: 60)
QS
An-Nisa’, 4: 65
Diriwayatkan
oleh Iman yang enam, dari Abdullah bin Zubair bahwasanya Zubair bin Awwam
pernah terlibat perdebatan dengan salah seorang sahabat dari ansar yang turut
dalam Perang Badar. Mereka mempermasalahkan masalah air. Kemudian, Rasulullah
mendengar hal itu dan beliau menganjurkan agar air itu dialirkan untuk dirinya,
untuk sahabat itu, dan orang lain. Mendengar hal itu, sahabat dari ansar tidak
terima dan berkata, “Apakah keputusan ini karena dia adalah kepokanmu, wahai
Rasulullah?” Air muka beliau berubah hingga beliau mengubah keputusannya agar
Zubair mengalirkan air itu kembali ke saluran. Akhirnya, keduanya pun menerima
keputusan beliau. Maka dari itu, turunlah ayat ini. (Lubabun Nuqul: 61)
QS
An-Nisa’, 4: 66
Diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir dari As Saddi bahwa ketika ayat ini turun, Tsabit bin Qais bin
Syamas dan seorang Yahudi saling menyombongkan diri. Orang Yahudi berkata,
“Demi Allah, sekiranya Allah menetapkan kepada kami untuk membunuh diri kami.
Kami akan melakukannya.” Tsabit pun berkata hal yang sama, “Demi Allah, jika
Allah menetapkan kepada kami untuk saling membunuh diri kami, kami akan melakukannya.”
Lalu, turunlah ayat ini. (Lubabun Nuqul:
62 – 63)
QS
An-Nisa’, 4: 77
Diriwayatkan
oleh An Nasa’i dan Al Hakim dari Ibnu Abbas bahwa Abdurrahman bin Auf dan
teman-temannya datang menghadap Rasulullah seraya berkata, “Wahai Rasulullah,
ketika kami di Mekah dan masih dalam keadaan musyrik, kami merasa lebih mulia
dan pemberani. Akan tetapi, setelah kami beriman, kami menjadi hina.”
Rasulullah menjawab, “Dulu ketika di Mekah, aku diperintah untuk bertoleransi
dan dilarang oleh Allah untuk memerangi kaum musyrik. Akan tetapi, setelah
hijrah ke Madinah, setiap kaum muslimin diperintahkan untuk berperang.” Lalu,
turunlah ayat ini. (Lubabun Nuqul: 63)
QS
An-Nisa’, 4: 83
Imam
Muslim meriwayatkan dari Umar bin Al Khathab, dia berkata, “Ketika Rasulullah saw.
berpisah ranjang dengan istri-istrinya, aku masuk ke masjid dan mendapatkan
orang-orang yang melempar-lemparkan pasir seraya berkata, “Rasulullah saw.
sudah menceraikan semua istri-istrinya.’ Kemudian, aku berdiri di depan pintu
masjid dan berteriak sekeras-kerasnya, ‘Rasulullah tidak menceraikan
istri-istrinya!’ Kemudian, turunlah ayat ini.” (Lubabun Nuqul: 63 – 64)
QS
An-Nisa’, 4: 95
Diriwayatkan
oleh Al Bukhari dari Bara’ , dia berkata bahwasanya ketika dirinya berada di
sisi Rasulullah saw., pada saat itu turun ayat, “Tidaklah sama antara orang yang beriman yang duduk (yang tidak turut
berperang) dengan orang yang berjihad di jalan Allah.” Rasulullah bersabda,
“Panggillah si Fulan.” Lalu, datanglah si Fulan menghadap dengan membawa kertas
dan tinta lalu Rasulullah memerintahkannya untuk menulis ayat itu. Dibelakang
beliau, seorang yang buta, Ibnu Ummi Maktum. Dia berkata, “Bagaimana dengan
diriku yang buta, tidak dapat melihat?” Lalu, turunlah kelanjutan ayat
tersebut, “Ghairu ulidh dharari (selain yang
mempunyai uzur),” hingga akhir ayat ke 96. (Lubabun Nuqul: 67)
QS
An-Nisa’, 4: 102
Diriwayatkan
oleh Ahmad, Al Hakim dan Al Baihaqi dari Ibnu Iyasy Az Zarqi, dia berkata
bahwasanya suatu saat di sebuah peperangan di Asfan, kaum muslimin sedang mendirikan
shalat Zuhur bersama Rasulullah. Saat itu, pasukan musyrik yang dipimpin Khalin
bin Walid hendak menggunakan kesempatan itu untuk menyerang Rasulullah dan
pasukannya yang berada di hadapan mereka. Sedangkan mereka ada yang berpendapat
bahwa waktu yang terbaik untuk menyerang kaum muslimin adalah ketika mereka
melaksanakan shalat ashar yang sebentar lagi akan tiba karena mereka
berpendapat bahwa kaum muslimin mencintai shalat ashar melebihi cinta mereka
terhadap nenek moyangnya. Dalam hal ini, tidak lama kemudian Jibril turun
memberitahukan dan mengajarkan pelaksanaan ayat ini yang intinya cara
mendirikan shalat ketika dalam penyerangan. Imam At Tirmidzi meriwayatkan hal
yang sama melalui jalan Abu Hurairah, begitu juga dengan Ibnu Jarir dari Jabir bin
Abdullah dan Ibnu Abbas. (Lubabun Nuqul:
70)
QS
An-Nisa’, 4: 153
Ibnu
Jarir meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab Al Qurazhi bahwasanya ada segelongan
kaum Yahudi datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Sesungguhnya, Musa
membawa alwah (lembaran-lembaran)
dari Allah maka datangkanlah alwah (lembaran-lembaran)
kepada kami hingga kami beriman kepadamu.” Lalu, turunlah ayat ini. (Lubabun Nuqul: 74)
QS
An-Nisa’, 4: 176
Diriwayatkan
oleh An Nasa’i dari Ibnu Zubair, dari Jabir, dia berkata, “Aku menderita sakit
lalu Rasulullah saw. menjengukku. Aku berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah,
aku telah berwasiat sepertiga dari hartaku kepada saudara-saudara perempuanku.’
Beliau menjawab, ‘Itu sangat baik.’ Lalu,
beliau pulang. Beliau kembali bersabda, ‘Aku
yakin bahwa engkau tidak akan mati oleh sebab sakitmu ini, Allah telah
mewahyukan kapadaku tentang cara pembagian harta warisan bagi saudara-saudara
perempuan, yaitu dua pertiga.’” Menurut Jabir, ayat ini turun berkenaan
dengan dirinya. (Lubabun Nuqul: 74)